Sunday, December 5, 2010

Diantara Tiga Cinta

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

==============================

09 agt 2010, Suatu senja di alun-alun kota Solo, note ini tertulis

Menatap semburat lembayung di langit

Baru kusadari betapa berharga kenanganmu

Saudariku seiman yg terhanyut arus waktu

Cantik dan mekar mendewasa, semarakkan keheningan lubuk

Bilakah kita menangis bersama..?

Mengakui dosa-dosa dan menatap keagungan Allah di rumahNya..?

--------------------------------------------------------------------------------------------

Sebait puisi tadi adalah yg kini kubaca dalam genggaman tanganku. Puisi yg dia berikan padaku setahun lalu. Puisi yg menandakan kecintaannya kepada Rabbnya melebihi segalanya. Bahkan dia bilang kecintaanya kepadaku menempati urutan nomor 3 setelah Allah dan keluarganya.

Kini aku menatap wajahku di dalam cermin. Jilbab putih berbahan satin yang membingkai wajahku memperkuat auraku. Riasan tipis yang kusapukan di pipi membuatku nampak mempesona. Namun tetap tak mampu menutupi mendung yang menggaris di wajahku.

Namaku Fara Listiyani. Hari ini, beberapa menit lagi aku akan menikah. Tetapi bukan dia yg akan menikahiku, tapi orang lain. Seseorang akan membaiatkan perjanjian suci yang katanya maha dahsyat. Detik dimana awal dari kehidupan baruku. Namun aku berduka.

Karena dia yang akan melafazkan ijab bukan dia yang bersemayam di dalam hati ini. Dia yang akan menyematkan cincin di jemariku bukan dia yang tersemat dalam doa – doaku. Dia adalah orang lain yg tidak aku cintai.

Rabbi......jikalau memang bukan dia yang menjadi jodohku

Maka mudahkanlah hati ini untuk melepas segala rasa di dada

Ya Alloh...aku menerimanya karena semata untuk menyelamatkan izzahku. Menyelamatkan kehormatanku yang terancam. Aku menerimanya semata karena menjaga kesucianku. Bukan karena rasa yang engkau anugerahkan kepadaku untuk dia yang lain.

Ya Alloh....mungkin ini yang terbaik untukku menurut Mu. Namun hati ini, masih sulit untuk menerima semuanya. Hatiku masih berat. Lalu terdengar pintu kamarku di ketuk dari luar.

" Siapa?" aku segera menghapus airmata yang membasahi pipiku. Sial...membekas di sana. Bedak tipisku hancur.

" Ini Mbak Citra Dek " aku langsung membuka pintu. Dan dia berdiri sembari tersenyum manis seperti biasanya. Teduh. Dia langsung kaget melihat parasku.

" Anti kenapa De?" dia membimbingku ke pembaringan dan mendudukanku di sana. Akhirnya ku tumpahkan tangisku di peluk hangat tubuhnya. Ku curhakan segala sesak di dadaku sampai tak kusadari airmatanya menetesiku.

" Kenapa anti tak pernah bilang pada Mbak? Sekarang apa yang bisa mbak lakukan untuk anti?".

aku menggeleng.

" Biarlah.....aku menjalaninya mbak....ini sudah tertulis sejak dulu untukku " aku menyusut airmataku.

Mbak Citra mengeluarkan ponselnya.

" Telfon dia De, sebelum anti menjadi milik orang " aku menatapnya tak percaya. Mbak Citra yang idealis, bahkan menyuruhku meneleponnya di detik – detik terakhir.

" Keluarkan semua yang ada di dadamu ke dia " aku segera meraih ponsel yang ia sodorkan dan memencet dua belas digit angka. Terdengar nada tunggu dan di 10 detik kemudian diangkat.

" Sebentar lagi Fara menikah Kak, tapi sampai detik ini Fara masih menunggu kakak. Jaga diri baik – baik, maafkan Fara ". klik...langsung ku putus. Aku tak ingin ia mendengar isakanku. Mbak Citra mengusap bahuku lembut,

"ayo mbak Bantu membenahi riasanmu " aku manut dan diam saja ketika dia kembali membenahi riasan wajahku.

Dan...sampailah puncaknya. Tak kala seseorang mengucapkan lafaz itu. Ijab Qabul pun terucap sudah. Saat seseorang membawaku ke perjanjian mistaqa ghaliza. Perjanjian agung itu. Air mataku mengalir. Bukan haru tapi kesedihan. Aku harus melacurkan diriku dalam bingkai pernikahan. Aku....aku.......ah tak bisa ku lukiskan bagaimana perasaanku.

Dan di ruangan ini kembali, di ruangan kamarku. Saat malam tiba. Dan aku tinggal berdua dengannya. Seorang lelaki yang kini berstatus sebagai suamiku.

Aku terdiam di samping tempat tidurku yang di hias dengan indah. Malam sudah semakin larut. Namun di luar kamar masih ramai. Tiba – tiba pintuku di ketuk.

" Assalamualaykum.....ana boleh masuk Ukh?" suara di luar terdengar jelas.

" Walaykumsalam....ndak di kunci " dan seraut wajah berjenggot tipis muncul dari balik pintu. Dia suamiku kini. Tersenyum kepadaku. Shalat sunnah sudah ku tunaikan tadi siang. Tentu saja bersamanya. Dia mendekat ke arahku, namun ku beringsut ke sisi jendela.

" Kenapa Mas ingin menikah denganku?" tanyaku tiba – tiba.

" Karena Mas ingin menjaga kesucian Mas, karena Mas sayang sama Fara dan karena Mas tahu Fara butuh seseorang yang melindungi izzah Fara".

aku menghela nafas.

" Mas tahu kan? Bagaimana perasaan Fara?". dia mengangguk.

" Mas tahu, tak ada rasa cinta sedikitpun untuk Mas di hati Fara. Semua terserah Rara, Mas hanya ingin membahagiakaan Fara".

" Jangan sentuh Fara Mas, Fara belum siap " dia menunduk.

Kami sama – sama terdiam. Bermain dengan angan kami masing – masing. Aku menghapus airmata di pipiku.

" Sudah malam, tidurlah Mas. Pasti hari ini melelahkan untuk Mas. Biar Fara tidur di sofa saja " aku mengambil bantal berniat memindahkan ke sofa di samping jendela. Tapi dia menahan tanganku, sejurus kemudian ia menarik tangannya.

" Afwan Ukh " aku hanya diam saja dingin." Biar ana saja yang tidur di sofa, anti di tempat tidur saja " tanpa menunggu jawabanku dia langsung beranjak ke sofa.

Aku tak melepas jilbabku . Lampu pun tak ku matikan. Risih rasanya berada satu ruangan dengan orang asing. Ya Allah masih asingkah dia bagiku? Bukankah ia seharusnya menjadi pemilik tulang rusuk ini?

Dia adalah suamiku sendiri. Air mataku kembali menetes. Ya Rabb.......

Bayanganku kembali melintas sosoknya. Sosok sederhana dimana aku melihat diriku dalam sosoknya. Dia yang seringkali memarahiku. Dia yang aku cintai. Harusnya aku sabar menunggunya namun keadaan yang memaksaku.

Ya Alloh......Hatiku masih mengharapkannya.

--------------------------------------------------------------------

Aku merebahkan tubuh di sofa, ingin rasanya aku menangis. Tapi aku laki – laki, tak pantas menangisi hal seperti ini. Dia yang kini kucintai sepenuh hatiku menolak untuk kusentuh. Bahkan aku tahu di hatinya tak ada tempat untukku. Karena bukan aku yang dia cintai. Dulu aku menyayanginya. Gadis kecil yang tegar dan ceria, aku sudah jatuh hati kepadanya sejak pertama kali aku mengenalnya.

Sampai hari ini saat aku membawanya ke pernikahan agung. Aku semakin mencintainya. Dia selalu mengalir dalam detak jantungku bersama nadiku. Dia ya dia....yang sekarang menjadi istriku. Aku tahu pasti bagaimana kehidupannya. Dan juga keluarganya. Aku hanya ingin membuatnya tersenyum. Itu saja. Yang lain tak akan pernah kupikirkan.Yang ku pikirkan hanyalah bagaimana aku mengeluarkan dia dari rumahnya dan menyelamatkan dia dari ayah tirinya yang kejam dan menyiksanya tiap hari. Aku hanya ingin membahagiakannya. Hanya itu.

Aku tahu dia mencintai seseorang dan seseorang itu pula yang juga mencintainya. Sedang orang itu belum bisa saat ini melindunginya. Dan aku tak mau melihatnya terlalu lama hidup dalam neraka dirumahnya bersama ayah tirinya. Aku tahu, ini menyakitkan bagi kami bertiga. Tapi aku berjanji, andai ikhwan itu siap, aku bersedia merelakan Fara untuknnya. Membahagiakan Fara dengan jalan apapun. Saat ini biarlah ku jaga Fara. Menjaga dan membuatnya tersenyum sudah cukup bagiku. Melihatnya baik – baik saja di dekatku itu sudah cukup bagiku.

Aku melirik jam di dinding. Jam setengah dua belas. Ku lihat di atas pembaringan Fara sudah terlelap. Ah bahkan ia pun tak mau melepas jilbabnya. Aku memang orang lain untuknya. Aku mengambil jaket yang tersampir di belakang pintu.Ku pandang wajah Fara sejenak. Tidurnya pulas dan tenang. Bahkan terlihat begitu damai. Ingin sekali ku usap wajahnya itu namun aku tak berani. Aku takut dia terbangun dan marah padaku.

Dengan pelan ku buka jendela kamarku. Aku melompat ke semak – semak kemudian langsung turun ke jalan. Aku berlari menjauhi rumah. Dan ku stop angkot yang lewat.Tak sampai 20 menit aku sampai di sebuh rumah kos. Ku ambil hp.

" Assalammualaykum. Udah tidur akh? Bisa keluar ke jalan nggak?" langsung ku tutup. Beberapa saat seorang ikhwan sebaya denganku membuka gerbang rumah.

" Fainan?" pekiknya kaget. Aku tersenyum.

" Temani ana jalan - jalan ke alun – alun malam ini ya?".

aku menggandengnya. Yah....aku bersama Hanif. Dialah sahabatku, ikhwan yang di cintai istriku. Dilah ikhwan yg mencintai Fara dan Fara mencintainya. Dia nampak kebingungan. Di bawah pohon beringin aku dan dia duduk bersama. Memandang bintang.

" Ana sama sekali tak menyentuhnya. Tenang saja saudaraku.." ucapku lirih.

" Maafkan ana Akh...karena ana yang berada di hatinya dan membuat antum seperti ini " ujar Hanif.

Aku hanya tersenyum.

" Ana akan menjaganya, sampai antum siap tegak menjaganya " kataku lagi.

" Ya Allah...apa antum sudah gila akh? Permainan macam apa ini? Ana sudah mengiklaskannya " hanif berkata kaget.

" Antum mau kan membahagiakannya kelak?" tanyaku.

Dia menggeleng tegas.

" Tidak...tak pantas aku mengharapkan istri orang", balas Hanif.

" Tolong akh...." Aku memohon dengan sangat.

Hanif malah menangis memelukku.

" Aku juga sangat mencintainya Akh...sangat..!! Sampai aku merasa berdosa kepada Nya. Tak pantas rasanya memiliki perasaan kepada seorang yang bukan mahramku dan sudah menjadi istri orang. Tapi aku ingin ada yang menjaganya dan aku tak bisa untuk saat ini. Hanya engkaulah lelaki yg pantas mendampinginya saudaraku Fainan, karena itu aku mengikhlaskannya untuk antum " kata hanif dgn mata basah." Cinta itu bisa di tumbuhkan. Percayalah Fai...yang di butuhkan hanya kesabaran antum, Percayalah..!" lanjutnya.

Aku dan dia berbagi hati. Sampai dini hari dan aku harus pulang. Aku takut kalau Fara bangun dan dia tak melihatku di sofa. Aku memeluknya erat. Sahabatku, maafkan aku...

--------------------------------------------------------

Aku menyiapkan nasi goreng untuk Mas Fainan. Sebentar lagi dia berangkat kerja, sampai malam nanti. Dia kuliah malam. Kami sudah mengontrak rumah sendiri. Tapi seperti biasa, kami selalu diam. Hanya sesekali kami berdiskusi bila ada hal yang penting.Dia sudah duduk di meja makan takala aku mengeluarkan nasi goreng. Aku belum membuatkan dia teh hangat. Dengan cepat ku siapkan juga minumnya.

" Syukron Ukh " aku mengangguk. Seperti biasa aku hanya diam. Dia menghabiskan sarapannya dalam diam. Sementara aku masuk ke kamar dan berganti gamis juga jilbab. Aku mau ke kampus. Saat aku mau berangkat berbarengan dengan dia.

" Mau ke kampus?" tanyanya. Aku mengangguk. Kami keluar rumah bareng. Menunggu angkot juga bareng. Bahkan naik angkot yang sama. Tapi tak ada satupun yang tahu bahwa kami adalah suami istri.

Tak berapa lama ada sepasang suami istri yang masuk. Mesra keduanya bergandengan tangan. Bahkan bercengkerema dengan asyik di dalam angkot. Kampusku semakin dekat. Ku panggil dia.

" Mas, Fara duluan. Assalamualaykum. Depan stop ya Bang " langsung ku cium tangannya.

Dia nampak speechless, aku tak pernah melakukan ini sebelumnya. Spontan saja yg kulakukan tadi.

Sorenya aku kehujanan saat pulang. Ku rasakan tubuhku menggigil kedinginan. Aku pusing. Ku rebahan di sofa ruang tamu. Antara sadar dan tak sadar kurasakan seseorang menggendongku.,emindahkanku ke kamar kemudian mengompresku.Menyelimutiku dengan selimut.Tengah malam ku tersadar. Mas Fai tertidur di sampingku. Di sampingnnya ada baskom air dan kain handuk. Dia menjagaku. Aku menatap wajahnya yang begitu dekat denganku. Bahkan aku sampai merasakan desahan nafasnya. Wajahnya yang bersih, jenggot tipisnya dan bibirnya yang selalu tersenyum.

Aku merasa bersalah padanya. Aku merasa sangat berdosa menyiksanya seperti ini. Dua bulan pernikahan kami. Tapi aku masih dingin kepadanya. Bahkan sehelai rambutkupun ia tak pernah tahu.Mas Fai..maafkan aku. Dihatiku masih dia yang bersemayam kuat. Sulit tuk kulupakan. Bahkan aku masih berharap dia yang sekarang di rumah ini. Di sampingku.

******-------**********

Pulang dari kajian rumah nampak sepi. Ku cari buku Menjadi Pembela Islam di kamar. Tak ada. Tak kulihat Fara di rumah. Ku obrak abrik kamarku. Oh ya buku itu di pinjam Fara. Ragu ku melangkah ke kemarnya yan berada di sebelah kamarku. Ku putar gerendel pintu tak di kunci. Mungkin dia pergi. Ku langkahkan kaki menuju rak buku. Aku jarang masuk ke kamarnya. Aku takut dia marah. Nanti jika dia ada aku akan memberitahu dia.

Ku susuri satu persatu susunan buku. Mencari buku berwarna biru. Di bagian atas tak ada, ku susuri namun tak ketemu.Tiba – tiba pintu kamar mandi terbuka. Dan .........aku kaget, wajah di depanku pias. Pucat. Ubun – ubunku langsung panas. Kulihat istriku terbungkus handuk dengan rambut terurai basah. Tubuhnya masih agak basah.

" Eng...eh...afwan Ukh....ana kira anti tak di rumah. Ana butuh buku MPI " dia nampak masih kaget. Keringat dingin membasahiku , aku menelan ludah.

" Eh...di atas meja...di bawah kamus " aku langsung menundukan pandangan dan berbalik membelakangi dia. Ku cari di meja dan ketemu." Ana minta maaf " aku langsung berjalan cepat ke luar kamar. Sial...aku menabrak kursi.....

Sampai di kamar aku langsung ke kamar mandi dan membasuh mukaku di wastafel. Detak jantungku masih sangat abnormal dan cepat sekali. Pemandangan tadi masih terbayang jelas dimataku.

" Ya Alloh...jagalah kesucianku " rambut hitam sebahu yang terurai. Arghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh..................." Rabbi...Rabbi...tolong hamba ya Alloh menahan gejolak hati ini " aku merendamkan kepalaku di bak mandi. Untuk menghilangkan bayangan tadi. Sejam kemudian Fara memanggilku.

" Makan siang sudah siap Mas " aku keluar dengan dada berdebar. Dia hanya diam. Mengangsurkan piring padaku. Dadaku semakin berdebar. Ku gigit ujung jariku. Sakit.Aku makan dengan pelan. Pepes ikan yang ia buat sangat enak. Aku meliriknya yang juga lahap makan.

" Maafkan Mas tadi Ra " dia tersenyum dan mengangguk. Kali ini aku benar – benar melihat senyum tulusnya.

" Lupakan saja......jangan di bahas lagi " aku diam.

Ya Alloh...sampai kapan kami akan hidup seperti ini,padahal kami suami istri. Luluhkan hatinya untuk memberiku kesempatan padaku ya Alloh.

------------------------------------------------------------------------

Hari ini tumben Sarah ke rumah. Sarah adiknya Mas Fainan. Ia seumuran denganku bahkan lebih tua dia beberapa bulan.

" Mbak Fara...Sarah mau ngomong " ucapnya tho the point. Aku diam.

" Aku akan menikah dengan Mas Hanif " deg...bagaikan petir menyambar di siang hari.

" Maksudnya?"

" Iya..Mas Hanif akan melamar Sarah. Dan Sarah ke sini mau minta izin ke Mas Fai" tiba – tiba mataku panas. Aku memangis.

" Sarah tahu...Mbak mencintai Mas Hanif. Sarah juga tahu kalau Mas Hanif mencintai Mbak Fara, dan Sarah tahu Mas Fai akan menentang Sarah. Karena bagi dia kebahagiaan Mbak lebih utama. Dia tak mau melihat mbak terluka..Tapi Sarah ingin mbak sadar. Selamanya mbak tak boleh egois dan mendhzalimi kakakku " lanjutnya.

Egois..??? kata hatiku bingung.

" Mbak tahu? Mas Fai sangat mencintai mbak. Bahkan rela hidup seperti ini dalam rumah tangga. Apa mbak tahu kalau Mas Fainan pernah memohon ke Mas Hanif untuk menikahi mbak Fara jika mas Hanif sudah siap..? Apa mbak tahu berapa banyak pengorbanan Mas Fai untuk membuat mbak bahagia? Apa mbak tahu kalau dia seringkali shaum untuk menjaga kesucianya agar tak menyentuh mbak? Agar mbak tetap suci untuk Mas Hanif kelak. Dia harusnya terluka....karena mbak mencintai orang lain. Tapi Mas Fai tetep sabar dan selalu tersenyum bukan?" Farah mencecarku. Aku semakin terisak.

" Mbak Fara egois, hanya mengejar kebahagiaan mbak semata dengan mengorbankan orang lain. Tak semua yang mbak inginkan harus mbak dapatkan. Cinta itu tak harus memiliki. Cinta itu dapat di tumbuhkan. Mbak saja yang tak mau berusaha menerima takdir mbak kalau Allah sudah mentakdirkan Mas Fai-lah jodoh mbak, bukan mas Hanif.. " lanjutnya.

" Inilah cara Mas Hanif mendewasakan mbak. Bukan ia tak cinta tapi ia tak ingin mengorbankan Mas fainan " aku terdiam. Sarah memelukku,

" Maafkan Sarah mbak, tapi Sarah sayang sama Mas Fainan. Sayang sama mbak, sarah tak ingin mbak menjadi istri yang durhaka.."

aku terisak di pangkuannya.

Ya Rabb...Benar aku terlalu menuntut keinginanku. Pernikahanku dengan Mas Fainan bukan kebetulan. Sudah Engkau gariskan dalam takdirMU. Kenapa aku terlalu mendikte Mu ya Alloh. Aku menyiksa suamiku sendiri. Aku istri yang durhaka. Aku......aku benar – benar di butakan oleh cinta. Aku semakin terisak. Aku ingin segera bertemu dengan dia, suamiku. Aku ingin bersimpuh di kakinya. Sarah pulang menjelang maghrib. Malam ini aku sengaja menunggu suamiku pulang. Sampai jam delapan malam Mas Fai belum pulang. Jam sembilan, belum ada tanda – tanda pintu pagar di buka, sampai aku tertidur.

------------------------------------------------------------------------------------

Aku membuka pintu rumah pelan. Pasti Fara sudah tidur. Ku nyalakan lampu ruang tamu. Ternyata Fara tertidur di ruang tamu. Aku mengangkat tubuhnya. Andai dia bangun pasti ia tak mau aku dekati. Tapi belum sampai ke kamarnya ia terbangun dan membuka matanya. Dia diam saja tak minta di turunkan. Malah dia tersenyum kepadaku. Aku membalas senyumnya. Ku tidurkan ia di tempat tidurnya. Dan segera ku langkahkan kaki keluar. Tapi dia menarik tanganku.

" Mas Fai...jangan pergi. Tidur saja di sini " deg.....aku takut ada yang salah dengan pendengaranku.

Dia menggenggam tanganku. Aku berbalik ke arahnya. Ada yang berbeda dengan penampilannya. Dia tak seperti biasanya selalu memakai jilbab. Kali ini dibiarkannya rambutnya terurai tanpa jilbab. Aku takut ini mimpi. Dia beranjak dari tidurnya dan langsung bersimpuh di kakiku. Mencium jemariku.

" Maafkan Fara Mas, maafkan aku. Aku ingin menjadi istri Mas sepenuhnya. Berikan aku kesempatan dan ajari Fara tentang cinta yang sesungguhnya..".

Aku masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Namun aku merasa begitu bahagia. Aku berjongkok.

" Boleh Mas memeluk dek Fara?" tanyaku. Dia mengangguk.

" Bahkan lebih dari itu pun boleh " jawabnya sembari tersipu malu. Aku merangkum wajahnya di dadaku,

" Terimakasih Rabb...Kau kirimkan bidadariku " Aku rasakan malam ini adalah malam paling berbahagia yang pernah ku rasakan. Karena kini cintaku telah berbalas. Karena aku memiliki seorang istri dan bidadari di rumahku.

Terimakasih Yaa Allah, akhirnya Engkau bukakan pintu hati istriku untuk menerimaku sebagai suaminya, yaa..suaminya yang benar-benar suaminya.

----------------------------------------------------------------------------------------------

Padamu ku titipkan cintaku. Padamu ku titipkan rinduku

padamu pula ku pasrahkan raga ini, meskipun aku masih dalam tahap belajar untuk mencintaimu

Karena cinta kepada makhluk milikku tengah di pinjam olehNya

Bantulah aku dengan kesabaranmu,dengan ketulusanmu, dan dengan cintamu

Bagiku cukup seorang dan jikapun Allah tidak mentakdirkan,

Biarlah waktu yang akan mempertemukan bukan disini ditempat ini, tapi dikeridhoan dan keikhlasan hati

Barakallahufikum... semoga menjadi renungan dan bermanfaat..

Wassalam..

---------------------------


Sumber : Renungan dan Motivasi : Ifta Istiany Notes

No comments:

Post a Comment