Director Nicolas Winding Refn Writers Hossein Amini
Cast Ryan Gosling, Carey Mulligan, Albert Brooks, Bryan Cranston
Distributor Film District Genre Action, Crime, Drama, Thriller
Banyak factor yang membuat film bisa jadi menarik dan menaikkan pamor film tersebut. Entah itu dari sisi teknikal promosi seperti poster, trailer, dll, bahkan sampai nama sutradara atau actor di dalamnya. Kali ini factor leading-actor lah yang berperan sebagai factor itu, yaitu Ryan Gosling. Setelah beberapa filmnya yang sebagian besar mendapat critical acclaim berkat penampilannya, kali ini di Drive ia kembali menunjukkan bahwa ia layak dicap sebagai promising actor.
Dari sekian banyaknya festival film yang diadakan per tahun, hanya beberapa yang memiliki prospek berkualitas, sebut saja Toronto Film Festival, Tribeca, Sundance di awal tahun, dan Cannes Film Festival di awal summer season. Di Cannes tahun ini ada beberapa film yang mendapat perhatian lebih, khususnya karena mendapat awards khusus in competition. Empat film paling mengundang perhatian antara lain The Artist dan Melancholia dengan P d’interpretation (best performance), The Tree of Life yang diganjar Palme d’Or (best picture), dan juga Drive dengan Prix de la mise en scene nya (best director). Empat film diatas adalah film-film yang berjaya di Cannes tahun ini dan sukses meraih atensi publik serta kritikus yang nantinya berkemungkinan besar untuk ikut bertarung di awards season, bergabung dengan film-film fall season yang memiliki prospek oscar lebih besar.
Driver hidup sendiri di sebuah low rent apartment. Ia memiliki tetangga bernma Irene (Carey Mulligan), ibu muda yang tinggal berdua bersama sang anak. Driver dan Irene bertemu dan perlahan jadi suka sama suka walaupun in fact Irene sudah mengingatkan bahwa ia mempunyai suami yang berada di penjara. Suaminya, Standard (Oscar Isaac), memiliki hutang dengan seorang mafia dan harus segera melunaskannya dengan ancaman keselamatan Irene dan anaknya. Si Driver pun ikut campur untuk menyelamatkan mereka, sayangnya masalah jadi rumit karena adanya konspirasi yang dilakukan para mafia.
Nama lain yang memiliki andil besar dalam Drive tidak lain adalah sutradaranya sendiri, yaitu Nicolas Winding Refn. Berkat film ini ia diganjar penghargaan setingkat best director pada Cannes bulan May lalu. Nama Refn dikenal lewat film-filmnya yang kebanyakan bergenre sejenis seperti Valhalla Rising dan Bronson. Belum ada film Refn selain Drive yang pernah saya tonton. Apa yang menarik dari penyutradaraan Refn? Dari detik pertama Drive saya sudah merasakan jawaban dari pertanyaan disamping. Refn unggul dalam membuat sebuah contemporary film menjadi terlihat beda. Dalam Drive, Refn memberikan sentuhan feel retro dalam berbagai aspek, mulai dari kesederhanaan opening title yang cukup dengan font pink yang sangat hot sampai betapa asiknya ia memberikan mood dari awal sampai penghujung film yang mengingatkan saya akan ’80 noir. Walaupun tidak mencolok, sinematografi dalam Drive adalah nilai plus yang juga membuat mood retronya lebih terasa. Dibantu sinematografer Newton Thomas Sigel, Refn memperlihatkan immersive vision kota Los Angeles lengkap dengan neon eighties dan cara pengambilan gambar yang gampang ditemukan dalam film-film jadul tahun ’80-an. Saya paling suka dengan long-shot yang dipadukan dengan mood calm dan sentuhan efek sudden shift sampai slow motion.
Just as important as its other technical atmosphere, scoring film yang dikerjaan oleh Cliff Martinez, orang yang juga bekerja di film Contagion, sangatlah impresif. Diluar pengambilan gambar yang sangat baik di Drive, scoring beserta soundtrack yang menghiasi banyak scene disinilah yang membangkitkan mood ’80-an paling kental. Kadang saya suka membayangkan gimana ya kalau mereka lebih memilih untuk menggunakan lagu-lagu modern, pasti hilang feel-nya. Baik scoring maupun soundtrack, keduanya menciptakan atmosfir yang sedingin si Driver itu sendiri.
Saya sangat yakin ke depannya Drive akan menjadi sesuatu yang ikonik. Banyak factor yang masuk akal untuk membuat hal ini terjadi, mulai dari mood ’80-an yang kental, long-shot sequence yang masih lekat di ingatan saya, atmosfir retro yang dibangkitkan mulai dari credit title, sampai art direction yang lagi-lagi sangat saya suka. Hal ikonik lainnya? Yang pasti scorpion white satin jacket yang dipakai Gosling sepanjang film, beserta denim jeans tusuk gigi yang tidak kunjung lepas dari mulut sang Driver. I love every single piece in this film, tidak ada satupun adegan yang dibuat sekedar melama-lamakan durasi atau terbilang tidak perlu. Jelas durasi film ini hanyalah sebatas 1jam 30menit. Ada banyak adegan yang sangat memorable dan paling ‘berjiwa’. Favorit saya ialah ending film dimana Irene mengetuk pintu apartemen Driver dan akhirnya pergi dengan tatapan hopeful diikuti shot wajah si Driver, yang menurut saya sangatlah heartbreaking dan strong. Adegan dimana Driver diajak ngobrol seorang former client nya di bar mulai menunjukkan transformasi cold-character nya menjadi ganas, tetap dingin, tapi menakutkan. Favorit saya lainnya tentu saat Driver dengan stuntman mask nya mendatangi Nino dengan tatapan kosong, diiringi lagu soul ’80-an lagi serta slowmotion shot. Saat itu satu hal yang muncul di pikiran saya, this Driver is one of the greatest avenger all the time.
Diluar kesan stylish yang menyelubungi, seperempat jiwa Drive berada dalam tangan Ryan Gosling. Saya yakin dari panjangnya film ini, tidak lebih dari 50 lines diberikan pada dirinya. Gosling bermain sangat baik disini, ketimbang memainkan kata-kata, ia lebih memilih untuk membangkitkan jiwa seorang Driver lewat mimik muka dan bahasa tubuh yang quiet dan calm. Sekalinya ia menunjukkan sisi gelap yang ia timbun dalam dirinya, jujur sangatlah menakutkan. Bukannya berlebihan, tapi the way he look through his eyes is really mesmerizing. Driver adalah karakter yang misterius, hanya berbicara kalau penting saja. Ryan Gosling menunjukkan kualitas acting yang sangat baik. No doubt this dude is one of the finest actor today. His consistency is remarkable, as is his range and taste of roles. Setelah menonton film-film terbaiknya, Ryan Gosling terbukti adalah salah satu actor muda terbaik di era ini. Dimulai dari peran Jewish kid di The Believer yang dulu tidak sedikit menamai dirinya sebagai best newcomer, dalam Half Nelson sebagai drug addict teacher yang sukses menganugerahi dirinya the first and only Oscar nod, sampai performances nya yang kelewatan underrated seperti Lars and the Real Girl dan Blue Valentine. Untuk tahun ini saja ada tiga film mainstream bagi dirinya dan saya masih nunggu untuk nonton dua lainnya.
Jangan banyak berharap kalau mengira Drive adalah film seperti Fast and Furious atau film balapan mobil lainnya. Drive sepenuhnya berbicara mengenai revenge, dibalut love story yang charming. Momen romantis dalam film ini dipenuhi oleh adegan kalem antara Irene dan Driver yang sangat manis. Tidak berlebihan dan tidak segitu mudahnya untuk dilupakan. Beberapa artikel mempersalahkan adanya lack of characterization of Driver yang tidak menceritakan background kehidupannya. Namun bagi saya malah bagus dan lebih menimbulkan kesan misterius yang memberikan kesan mendalam. Supporting cast film ini juga baik sama halnya seperti aspek lainnya. Saya agak terpaku pada Carey Mulligan yang bermain sangat sweet sebagai Irene, Christina Hendricks yang walaupun muncul sebentar tapi bisa dibilang sebagai scene-stealer. Albert Brooks paling mengundang perhatian, sebagai villain yang kelihatan baik namun sebenarnya ruthless, lebih dari seorang Nino yang diperankan Ron Perlman. Agak kasihan sama karakternya Bryan Cranston gak tahu kenapa. Oscar Isaac juga bermain baik, padahal awalnya saya kira bakal memberikan sentuhan jealousy.
Susah untuk tidak menyukai film ini. Drive adalah film action/gangster/neo-noir yang mencekam sekaligus mempesona dari awal sampai akhir, dan dibuat sempurna tanpa ‘nila setitik’. Ditopang penampilan si one-in-a-million, Ryan Gosling.
Rate :
1 2 3 4 5
No comments:
Post a Comment