Thursday, August 18, 2011

A biggest fantasy that puts a spell on me: HARRY POTTER

Director 
Chris Colombus (1-2), Alfonso Cuaron (3), Mike Newell (4), David Yates (5-8)
Cast Daniel Radcliffe, Emma Watson, Rupert Grint
Distributor Warner Bros. Pictures Genre Adventure, Fantasy, Family, 3D

Ten years and eight films. But I was needed only for one week to catched up this epic saga ever made, Harry Potter. Dimulai dan diakhiri oleh J.K Rowling sebagai penulis novelnya. Dimulai oleh Chris Colombus dan diakhiri oleh David Yates sebagai sutradara dari versi filmnya. It All Ends.

Seperti yang sering gw katakan, awalnya gw bukanlah pecinta film serial ini. Bukan karena gw udah pernah nonton lantas nggak suka, bukan. Melainkan hanya karena orangtua gw yang dari kecil terlalu mengekang gw dan nggak memperbolehkan anak-anaknya untuk nonton sesuatu yang berbau magic atau kegelapan. Hahaha, memang berlebihan, kalo mau kasar anggap saja mereka rada oldschool *nggak sopan*. Well, sangat jelas kenapa gw nggak ngerti Harry Potter. Daridulu suka ada kesempatan untuk marathon dari seri pertama sampai yang mutakhir, tapi sepertinya bad-luck terus-terusan menghinggapi gw. Pas ada momen orang-orang jadi gila karena novel atau film Harry Potter terbaru muncul, sampai diomongin dimana-mana, berbeda dengan gw. Gw cukup stay cool dan menganggap tidak ada apa-apa. Halah halah, tapi itulah gw dulu, hahaha. And then everything is changed, kira-kira dua minggu lalu ketika instalmen terakhir dari franchise ini masuk ke Indonesia, rasa penasaran gw yang telah tertumpuk sepuluh tahun muncul juga. I wanted to watch this saga desperately, so I tried to download all of it, and then I watched them one by one, only for one week. Seketika gw berpikir, sayang banget nggak pernah nonton di bioskop. Pasti bertahun-tahun ke depan serial ini bakal diingat sepanjang masa karena kehebatan yang dikatakan banyak orang. Alhasil gw tonton film terakhirnya, Harry Potter and The Deathly Hallows Pt. 2. Apa tanggapan gw terhadap film ini, sekaligus keseluruhan serialnya? Ok, cukup sudah curhat berlebihan gw.
Seri terakhir dari franchise Harry Potter ini masih melanjutkan kisah yang terpotong di Harry Potter and The Deathly Hallows Pt. 1. Di bagian yang pertama, Harry dikisahkan memasukki usia 17 tahun dimana dirinya telah mencapai kedewasaan secara dunia sihir. Yang berarti ia bebas untuk melakukan magic dan melindungi dirinya sendiri, tidak seperti dirinya dahulu yang masih dilindungi mantera supaya terlindung dari Voldemort. Di bagian pertama pula Hogwarts mengalami kehancuran. Paska 'pengkhianatan' yang dilakukan Severus Snape, ia membocorkan beberapa rahasia hingga akhirnya The Dark Lord dan pengikutnya berhasil mengambil alih kekuasaan di Hogwarts. Sementara itu, tiga sekawan, yaitu Harry, Hermione, dan Ron melakukan misi penyelamatan sendiri. Mereka mendatangi Hogwarts yang telah berubah, tetapi ketahuan oleh Bellatrix dan pasukannya. Dobby si Elf datang untuk menyelamatkan mereka semua.

Part 1 diakhiri dengan kematian mengharukan salah satu karakter, dan Voldemort yang mendatangi kubur Dumbledore untuk merebut tongkat sihir terkuat di dunia, Elder Wand. Untuk menghancurkan kuasa gelap yang berkuasa untuk sementara dan pemimpinnya sendiri, Harry harus memusnahkan tujuh horcrux yang ada di dunia. Horcrux merupakan jimat yang digunakan untuk menyimpan nyawa Voldemort. Masing-masing horcrux mewakili nyawanya yang tersisa. Sudah tiga horcrux yang berhasil dimusnahkan beberapa tahun sebelumnya, yaitu diari Tom Riddle, cincin Gaunt, dan terakhir liontin Slytherin. Masih ada empat lainnya di luar sana yang entah berada dimana. Horcrux terakhir ternyata berada di sesuatu yang sangat dekat dengan diri Voldemort dan selalu mengikuti kemana ia pergi. Harry, Hermione, dan Ron beserta pembela Hogwarts lainnya bersatu padu untuk menentang kuasa hitam dan The Dark Lord. For the very last time.
Agak bingung sih mau omongin apa aja dan yang mana dulu. Di luar baru aja selesai nonton semuanya, gw juga belum baca semua novelnya. Padahal sepertinya akan lebih enak aja gitu kalo udah baca, jadi bisa buat komparisasi antara dua media yang berbeda. Oiya sebelumnya, mohon maaf kalau ada beberapa kesalahan informasi atau isi cerita. Dan mungkin artikel ini rada berantakan mau ngomongin apa dulu, hahaha. Mari kita mulai from the very first film. Harry Potter and The Philosopher's Stone merupakan awal dari tujuh cerita utama Harry Potter. Seri yang pertama ini sebenarnya dulu memiliki sub-judul yang berbeda, yaitu "...and the Sorcerer's Stone" untuk region Amerika Serikat. Hmmm, nggak tahu kenapa, tapi kalau nggak salah judul aslinya yang "Philosopher's" deh. Dengan durasi cukup lama sekitar 159 menit, awalnya gw pikir bakal rada membosankan apalagi melihat premis cerita yang agak sederhana dan versi bukunya sendiri yang nggak tebal banget. Tapi ternyata tidak, di serinya yang pertama ini, Harry Potter memulai ceritanya dengan sangat lembut. Harry Potter 1 ini punya cerita yang belum terlalu dalam, agak terasa komikal dengan banyak selingan humor cerdas gaya J.K Rowling. Tapi masih setia dengan beberapa sisi dark yang diperlembut demi membantu orang tahu apa sih yang sedang dan akan terjadi ke depannya. 

Masih sama seperti yang pertama, Harry Potter and The Chamber of Secrets tetap menawarkan kisah yang menarik untuk diikuti anak-anak beserta pengalaman fantasi yang menyenangkan. Kalau yang pertama lebih banyak menceritakan asal muasal Potter secara mendasar, serta perkenalan akan boarding-school Hogwarts. Adalah sangat memorable apabila gw mengingat momen-momen di Harry Potter yang pertama. Diawali Dumbledore dan Prof. McGonagall mengantar bayi Harry untuk dititipkan ke keluarga yang nantinya sangat jahat, lalu saat Harry beserta murid-murid 1st year dipakaikan sorting-hat untuk mengklasifikasikan kelas yang layak bagi semua anak. Nah, yang beda disini adalah Chris Colombus menaikkan daya pikat penonton sedikit lebih tinggi demi menyesuaikan kisah J.K Rowling yang mulai memasukki konflik 'good vs evil' dimana Harry dipertemukan dengan Tom Riddle wujud manusia dan makhluk mistik Basilisk. Oiya hampir lupa, sebenernya di Harpot 1 dia sudah bertemu dengan Voldemort yang masih 'numpang' di kepala orang. Si tiga sekawan sudah melakukan challange untuk pertama kalinya yaitu magic-chess (gw nggak tahu apa istilahnya, jadi buat sendiri saja). Tapi gw merasa di film kedua lah si Chris lebih mencoba untuk nggak main aman. Chamber of Secrets turut juga berperan sebagai awal dimana Harry melakukan misi penghancuran You-Know-Who, dimana ia menghancurkan buku diari Tom Riddle yang pada saat itu belum mengerti mengenai horcrux. Overall, Chamber of Secrets adalah sekuel yang sangat baik untuk menaikkan pamor Harry Potter.

Semuanya berubah 180 derajat di serinya yang ketiga, yaitu Harry Potter and The Prisoner of Azkaban. Banyak yang berubah disini. Di luar penampilan para pemain yang lebih dewasa, tidak 'sebocah' di kedua film sebelumnya, Prisoner of Azkaban memiliki sutradara yang baru yaitu Alfonso Cuaron. Selaku penulis novel, J.K. Rowling semakin memperdalam kesan dark di kisah Harry Potter ini. Seri yang ketiga ini memiliki banyak challange dan konflik yang semakin menghantui, misalnya kehadiran Dementor dan kaburnya Sirius Black yang sangat menghantui. Perkelahian antara Harry vs Dementors sangatlah menegangkan sekaligus menakutkan. Dengan pintar si Rowling memperjelas konklusi dari beberapa masalah/kejadian sedemikian jelas, dan berhasil divisualisasikan oleh Cuaron dengan sangat kelam. Hal lain yang gw suka adalah beberapa karakter yang perannya disini lebih 'terlihat' dan mengawali banyak pertanyaan. Diantaranya adalah sosok Snape yang membingungkan, di pihak manakah ia berada. Karakter Draco Malfoy turut dipertajam sedikit kenakalannya. Ya, masih sebatas 'nakal'. Jangan lupakan kasus Sirius Black vs Lupin vs Snape vs si tikus (lupa namanya) beserta tiga sekawan di bawah pohon oak yang disusun dengan cerdas oleh Rowling. "Expecto patronum", mantera paling saya ingat dari Harry Potter ada di seri yang ketiga ini. 
Untuk kedua kalinya franchise ini melakukan 'tukar tambah' kursi sutradara. Kali ini, Mike Newell si pengarah Four Weddings and Funeral dipercaya untuk merangkai cerita si bocah penyihir lewat visualisasi yang lebih kelam. Bedanya disini adalah Mike Newell masih menyesuaikan kesan dark itu dengan tetap memunculkan banyak humor khas Harry Potter. Banyak challange dan kejadian yang bersifat fun juga dibuat dengan cukup baik, misalnya Quidditch World Cup dan prom-night versi Hogwarts (gw lupa apa namanya). Tapi diluar banyaknya hal penting yang diperkenalkan, menurut gw Harry Potter and The Goblet of Fire ini nggak seseru tiga film sebelumnya. Ada yang bilang begitu karena nggak konsistennya si Newell terhadap cerita asli di novel itu sendiri. Nggak tahu juga sih, yang pasti gw nggak bisa comment. Nggak krusial sih untuk terlalu dimasalahkan, paling tidak Harry Potter semakin memberikan kesan loveable pada franchise ini. Lagipula di seri yang keempat ini banyak hal penting lain yang divisualisasikan dengan baik. Diantaranya adalah kematian Cedric yang dibuat sangat mengharukan dan bangkitnya si You-Know-Who. Berlanjut di Harry Potter and The Order of Phoenix, dan untuk terakhir kalinya berganti sutradara. David Yates memulai debut Harry Potternya di seri yang kelima ini dan terus mengkomandani sisanya sampai yang terakhir. Banyak yang berbeda dari cara Yates mengarahkan film Harry Potter. Yates lebih unggul dalam melakukan pendewasaan karakter-karakter secara perlahan dan lebih baik ketimbang pendahulunya. Kesan dark dan cerita yang lebih berat pun merupakan salah satu unsur penting dari gaya si Yates ini. 

Harry Potter mengalami kemunduran sedikit di seri yang keenam, Harry Potter and The Half Blood Prince. Kembali dengan David Yates, Harry Potter memiliki konflik yang tidak seperti semua film terdahulu. Half Blood Prince memiliki banyak kelemahan khususnya gaya penceritaan yang tidak terlalu intens. Berusaha meminimalisir efek visual mungkin agar nggak mengganggu jalan cerita, film keenam ini justru agak berantakkan susunan ceritanya. Walaupun begitu, Harry Potter tetap seru kok untuk ditonton. Film ini juga membuka kekacauan dan kesuraman yang menandakan bahwa Harry Potter tidak terlalu aman sebagai tontonan anak kecil. Beberapa tokoh juga diberikan porsi lebih oleh J.K Rowling, misalnya masa kecil Tom Riddle dan juga pendewasaan karakter si Draco Malfoy dalam menumbuhkan dark-sidenya. Sangat disayangkan kematian Dumbledore tidak se-wah ekspektasi gw, terlalu biasa. Malah banyak yang bilang versi novel bercerita lebih sedih. Bagaimanapun, Severus Snape semakin menarik hati gw disini. Tokoh yang nantinya menjadi favorite gw. 

Mengakhiri sekaligus melengkapi rangkaian Harry Potter sepenuhnya, Harry Potter and The Deathly Hallows akhirnya hadir di akhir dekade lalu dan di awal dekade ini. Lah? Ya, instalmen terakhir Harry Potter dibagi menjadi dua bagian, yaitu Part 1 dan Part 2. Nah kebetulan nih gw baru aja selesai baca novelnya (paragraf ini ditulis jauh sesudah banyak paragraf di atas -_-). Menurut gw Harry Potter yang terakhir ini merupakan konklusi dari sebuah rangkaian kisah fantasi yang sangat baik. Walaupun awalnya banyak yang yakin dibuat sampai dua bagian semata-mata untuk meraih pendapatan yang lebih, menurut gw gak sepenuhnya benar. Okelah, pernyataan itu gak bisa dibantah. Toh memang benar kan pemasukkan jad lebih besar. Tetapi yang menjadi nilai lebih dari keputusan pembagian itu adalah, David Yates berhasil mengadaptasi hampir semua cerita di versi novel menjadi visual gambar dengan baik. Hampir gak ada hal-hal penting yang dilewatkan, membuat Deathly Hallows lebih mendetail. Walaupun begitu gw kadang-kadang merasa sayang aja gitu harus dibagi dua gitu, padahal kalau saja disatukan, sensasi menonton jadi lebih seru karena durasi yang sangat lama seperti lords of The Rings dan untungnya didukung oleh kualitas film adaptasi yang luar biasa. 
Jujur gw agak bingung mau ngomongin apa lagi. Mungkin karena gw bukan seorang yang sangat setia, walaupun sekarang gw agak tergila-gila sama Harry Potter. Intinya banyak sekali hal-hal positif yang perlu kita lontarkan untuk memuji this biggest franchise all the time. Baik itu dari sisi kualitas cerita beserta beberapa hal yang rasanya menggurui, kualitas dalam penggarapannya pun sangatlah menakjubkan. Bagaimana seluruh sutradara dari semua film merangkai unsur-unsur buku sedemikian jelas dan tidak melupakan banyak hal yang bersifat krusial, dan juga bagaimana para kru lainnya bekerja sama baiknya seperti visualisasi efek yang hampir semua eye-popping. Banyak hal yang gw dapat dari Harry Potter. Some of those are, how to deal with death and how mortality is exist. Pendewasaan karakter yang berjalan perlahan-lahan juga menunjukkan bahwa seseorang pasti bisa dan akan tumbuh secara jasmani maupun rohani, gak peduli how stupid or how pity their childhood are. Lihat saja kontribusi besar-besaran yang dilakukan banyak sekali karakter yang rasanya tidak terduga, ambil contoh saja si Neville Longbottom maupun Luna Lovegood. Diluar itu, pendewasaan karakter ini juga membuktikan kecerdasan J.K. Rowling dalam menulis sebuah cerita, tetap memperdulikan tulisan-tulisan terdahulu yang terbuka kemungkinan untuk mudah dilupakan. 

Tadinya mau buat semacam award atau list mengenai hal-hal di dalam Harry Potter, tapi rasanya gak ada waktu -_-. Severus Snape is my favourite character in it. Kenapa gw suka dia? Jelas karena kekompleksan karakternya yang rumit dan penuh twist. Snape adalah sosok yang 'mengancam'. He can be either good or bad, but in the end he turned out to be good. There is evidence of his goodness, and evidence that he is evil. Ya, selain rumit, tak kelak menimbulkan banyak spekulasi. Oh how I love you, Snape. Hal lain yang gw suka tentu adalah The Weasley, contoh keluarga 'outcast' yang gak kenal ampun sama setiap orang yang menghina mereka. Gw suka bagaimana keluarga fiksi ini digambarkan sebagai sesuatu yang memalukan tapi menggembirakan berkat seluruh anggota yang unik dan berciri khas. Jangan lupakan sosok Umbridge, si anggota kementerian yang sifatnya sangat memuakkan. Lupakan bagaimana kebencian semua witches, muggles, or whatever kepada You-Know-Who. Karena dari lubuk kebencian gw yang paling dalam, Umbridge lah yang lebih menyebalkan dan sering sekali muncul rasa kesal dalam diri saya ketika memandang wajah dan kelakuannya. 

Sekedar ungkapan kecewa sedikit, ada beberapa yang gak sejalan dengan ekspektasi awal gw. Misalnya adegan kematian Dumbledore, seperti yang telah gw katakan tadi, yang rasanya tidak dibuat terlalu menyentuh. Kejadian "Forest Again" pun rasanya agak menggelitik, tidak se-intens di novel. Lihat saja bagaimana Harry Potter yang berpura-pura mati di film langsung terbangun sebegitu aneh dan lucu, sekali lagi, tidak seperti di novel. Ah, lupakan sajalah, bukan suatu hal yang patut dijadikan masalah. Toh, meskipun begitu, semuanya berjalan bagus-bagus saja dan tidak mengurangi keseruan cerita. Perlu diakui, gw agak bingung artikel gw yang satu ini adalah artikel, feature biasa, atau curhatan (hahahaha-_-). Diluar kata-kata yang gw rangkai agak berantakan, faktor malas mungkin bisa dijadikan alasan. Agak nyesal sih kenapa gw tidak membuat artikel seperti yang biasanya gw buat, maklum, terlalu banyak yang harus ditulis kalau satu-satu. Alhasil, mungkin terlihat seperti tulisan nostalgia satu minggu kali ya? Ah, gak penting. It's going to be weird that there's no harry potter we had been waiting on, but it would be a shame to try to recreate them. Just don't. And I think Prisoner of Azkaban & both Deathly Hallows films are the best from all others. But why the last two finale films really excites me? Because both of them are the epic conclusion of harry potter saga that puts a spell on me. Howsoever, Harry Potter is GREAT.

Rate (overall)
1  2  3  4.5  5 

No comments:

Post a Comment