Annyeonghaseyo Chingudeul.... Akhirnya Sinopsis K-Movie "THE WAY HOME Bagian Pertama" selesai juga. Sebenarnya udah lama banget pengen bwt Sinopsis yang satu ini, dan sekarang baru ada waktu setelah Sinopsis K-Movie Wedding Dress selesai.
The Way Home atau Jibeuro (집으로) merupakan salah satu Movie favoritq, apalagi Yoo Seung-ho yang main dan masih cubby banget. Aktingnya juga bagus banget dan nggak mengecewakan.
Sinopsis The Way Home Bagian Pertama ini belum terlalu sedih chingu, nanti di bagian ke dua baru terlihat sedihnya.
The Way Home atau Jibeuro (집으로) merupakan salah satu Movie favoritq, apalagi Yoo Seung-ho yang main dan masih cubby banget. Aktingnya juga bagus banget dan nggak mengecewakan.
Sinopsis The Way Home Bagian Pertama ini belum terlalu sedih chingu, nanti di bagian ke dua baru terlihat sedihnya.
Namanya Sang-woo berusia 7 tahun. Sang –woo harus tinggal bersama neneknya yang tua renta berusia 77 tahun yang harus menggunakan tongkat untuk membantu tubuh rentanya yang bongkok untuk berjalan.Sang-woo dan ibunya dalam perjalanan ke rumah neneknya menggunakan bis. Sang-woo terus bertanya tentang keadaan neneknya kepada ibu. “apa dia tuli?” tanya Sang-woo yang sibuk memainkan mobil-mobilannya “tidak”jawab ibunya “berapa usianya?” tanya Sang-woo lagi “apakah dia menakutkan?” “jangan terus menanyaiku” keluh Ibu Sang-woo yang menatap keluar jendela.
Perjalanan mereka sangat panjang, harus melewati gunung, hutan, bukit yang tinggi dan berganti Bis. Belum lagi suasana di dalam bis yang penuh sesak hingga membuat Sang-woo dan ibunya tidak tenang dan berharap segera turun dari Bis.“ayo pergi” ajak ibunya begitu mereka turun dari Bis. Sang-woo menolak dan tidak ingin ke rumah neneknya. “aku tidak suka disini” keluh Sang-woo. Ibu Sang-woo yang kesal dengan sikap Sang-woo memukul dan memaksanya ikut ke rumah nenek.
“Ini adalah Sang-woo cucu lelakimu, maafkan aku tidak pernah berkunjung karena sekarang aku sedang sibuk, aku dan suamiku sudah berpisah beberapa tahun yang lalu. Aku hanya 17 tahun ketika kami melarikan diri, sekarang apa yang bisa aku lakukan?” ucap Ibu Sang-woo berusaha menjelaskan apa yang terjadi dengan dirinya kepada ibunya yang sudah bisu dan tidak bisa mendengar dengan baik. Sang-woo menatap ke sekeliling rumah yang dipenuhi dengan sarang laba-laba, tidak ada penerangan sama sekali, lantai dan dinding rumah yang sudah reot dan tidak pantas untuk ditinggali. “sangat susah menemukan pekerjaan sekarang ini,aku akan menemukan pekerjaan secepatnya, aku mempunyai toko sekarang tapi sedang dililit banyak hutang, paling lama 2 bulan aku akan menemukan pekerjaan secepatnya, dia biasa sendirian jadi dia tidak akan membuat masalah” tambah Ibu Sang-woo.Ibu Sang-woo menyuruh Sang-woo menyapa neneknya, namun Sang-woo enggan melakukannya. Nenek Sang-woo menatap cucunya dan membelai rambutnya “dia kotor” teriak Sang-woo menjauh dari neneknya. Ibu Sang-woo memarahi Sang-woo dan menyuruhnya bersikap lebih sopan dengan neneknya. “ini beberapa pakaian dalam dan vitamin untuk orang lanjut usia” ucap Ibu Sang-woo kepada ibunya. Sang-woo pun tidak mau kalah dan mengeluarkan semua persediaan makanannya dan memeluknya erat seakan-akan nenek akan mengambilnya. “begitulah Sang-woo dia hanya makan makanannya sendiri” keluh Ibu Sang-woo melihat tingkah Sang-woo.Ibu Sang-woo berpamitan dengan ibunya. Nenek menyuruhnya untuk bermalam dengan gerakan tangan “tidak, aku harus pergi hari ini” ucap Ibu Sang-woo kepada ibunya “dengarkan nenekmu dan jadilah anak lelaki yang baik, mengerti”.Sang-woo dan nenek mengantar ibu Sang-woo hingga naik BIs. Begitu Bis pergi Nenek mengajak Sang-woo kembali ke rumah. Sang-woo menolak, nenek mengelus dadanya (sampai sekarang aku nggak mengerti apa maksud dari gerakan ini chingu) dan berjalan duluan. Sang-woo mengikuti nenek dan terus menerus mengolok-ngolok neneknya dengan sebutan “lamban, orang tuli”.Nenek berhenti berjalan dan Sang-woo mengira nenek marah dan akan memukulnya. Namun semua yang dibayangkan Sang-woo salah, nenek kembali memanggilnya. Sang-woo masih saja tetap cuek dan tidak memperdulikan neneknya.Nenek terus menerus melihat ke belakang untuk memastikan apa Sang-woo masih mengikutinya. Saat nenek berbalik Sang-woo berhenti berjalan dan memalingkan mukanya, nenek kembali berjalan dan Sang-woo mengikutinya dan kembali menjaga jarak dengan neneknya. Perjalanan dari tempat perhentian bis ke rumah nenek lumayan jauh dan mereka harus kembali mendaki gunung.Malam harinya Sang-woo makan bersama nenek. Sang-woo hanya memakan nasi yang disediakan nenek dan kornet yang dibawanya sendiri. Sang-woo enggan menyentuh lauk pauk yang disediakan nenek karena jijik dengan hasil masakan neneknya.Sang-woo sibuk mencari-cari siaran bahkan sampai memukul-mukul tv untuk mendapatkan acara tv yang bagus. Karena tidak mendapatkan siaran yang bagus, Sang-woo jengkel dan mematikan tv. Nenek kasihan melihat sang-woo yang bosan mengambil permen dari dalam lemari dan memberikannya kepada Sang-woo. Sang-woo tidak menoleh sedikitpun ketika nenek menyodorkan permen kepadanya bahkan berlalu pergi dan mulai asyik dengan permainan gamenya.Nenek memandangi Sang-woo yang sedang asyik bermain game dan kembali meneruskan jahitannya sambil sesekali melirik memperhatikan Sang-woo.
Perjalanan mereka sangat panjang, harus melewati gunung, hutan, bukit yang tinggi dan berganti Bis. Belum lagi suasana di dalam bis yang penuh sesak hingga membuat Sang-woo dan ibunya tidak tenang dan berharap segera turun dari Bis.“ayo pergi” ajak ibunya begitu mereka turun dari Bis. Sang-woo menolak dan tidak ingin ke rumah neneknya. “aku tidak suka disini” keluh Sang-woo. Ibu Sang-woo yang kesal dengan sikap Sang-woo memukul dan memaksanya ikut ke rumah nenek.
“Ini adalah Sang-woo cucu lelakimu, maafkan aku tidak pernah berkunjung karena sekarang aku sedang sibuk, aku dan suamiku sudah berpisah beberapa tahun yang lalu. Aku hanya 17 tahun ketika kami melarikan diri, sekarang apa yang bisa aku lakukan?” ucap Ibu Sang-woo berusaha menjelaskan apa yang terjadi dengan dirinya kepada ibunya yang sudah bisu dan tidak bisa mendengar dengan baik. Sang-woo menatap ke sekeliling rumah yang dipenuhi dengan sarang laba-laba, tidak ada penerangan sama sekali, lantai dan dinding rumah yang sudah reot dan tidak pantas untuk ditinggali. “sangat susah menemukan pekerjaan sekarang ini,aku akan menemukan pekerjaan secepatnya, aku mempunyai toko sekarang tapi sedang dililit banyak hutang, paling lama 2 bulan aku akan menemukan pekerjaan secepatnya, dia biasa sendirian jadi dia tidak akan membuat masalah” tambah Ibu Sang-woo.Ibu Sang-woo menyuruh Sang-woo menyapa neneknya, namun Sang-woo enggan melakukannya. Nenek Sang-woo menatap cucunya dan membelai rambutnya “dia kotor” teriak Sang-woo menjauh dari neneknya. Ibu Sang-woo memarahi Sang-woo dan menyuruhnya bersikap lebih sopan dengan neneknya. “ini beberapa pakaian dalam dan vitamin untuk orang lanjut usia” ucap Ibu Sang-woo kepada ibunya. Sang-woo pun tidak mau kalah dan mengeluarkan semua persediaan makanannya dan memeluknya erat seakan-akan nenek akan mengambilnya. “begitulah Sang-woo dia hanya makan makanannya sendiri” keluh Ibu Sang-woo melihat tingkah Sang-woo.Ibu Sang-woo berpamitan dengan ibunya. Nenek menyuruhnya untuk bermalam dengan gerakan tangan “tidak, aku harus pergi hari ini” ucap Ibu Sang-woo kepada ibunya “dengarkan nenekmu dan jadilah anak lelaki yang baik, mengerti”.Sang-woo dan nenek mengantar ibu Sang-woo hingga naik BIs. Begitu Bis pergi Nenek mengajak Sang-woo kembali ke rumah. Sang-woo menolak, nenek mengelus dadanya (sampai sekarang aku nggak mengerti apa maksud dari gerakan ini chingu) dan berjalan duluan. Sang-woo mengikuti nenek dan terus menerus mengolok-ngolok neneknya dengan sebutan “lamban, orang tuli”.Nenek berhenti berjalan dan Sang-woo mengira nenek marah dan akan memukulnya. Namun semua yang dibayangkan Sang-woo salah, nenek kembali memanggilnya. Sang-woo masih saja tetap cuek dan tidak memperdulikan neneknya.Nenek terus menerus melihat ke belakang untuk memastikan apa Sang-woo masih mengikutinya. Saat nenek berbalik Sang-woo berhenti berjalan dan memalingkan mukanya, nenek kembali berjalan dan Sang-woo mengikutinya dan kembali menjaga jarak dengan neneknya. Perjalanan dari tempat perhentian bis ke rumah nenek lumayan jauh dan mereka harus kembali mendaki gunung.Malam harinya Sang-woo makan bersama nenek. Sang-woo hanya memakan nasi yang disediakan nenek dan kornet yang dibawanya sendiri. Sang-woo enggan menyentuh lauk pauk yang disediakan nenek karena jijik dengan hasil masakan neneknya.Sang-woo sibuk mencari-cari siaran bahkan sampai memukul-mukul tv untuk mendapatkan acara tv yang bagus. Karena tidak mendapatkan siaran yang bagus, Sang-woo jengkel dan mematikan tv. Nenek kasihan melihat sang-woo yang bosan mengambil permen dari dalam lemari dan memberikannya kepada Sang-woo. Sang-woo tidak menoleh sedikitpun ketika nenek menyodorkan permen kepadanya bahkan berlalu pergi dan mulai asyik dengan permainan gamenya.Nenek memandangi Sang-woo yang sedang asyik bermain game dan kembali meneruskan jahitannya sambil sesekali melirik memperhatikan Sang-woo.
Sang-woo berlari tergesa-gesa keluar rumah dan terus memegangi perutnya. Nenek mengeluarkan tempat berbentuk kaca yang fungsinya sama dengan pispot. “apa yang kau lihat, jangan melihat” ucap Sang-woo pada neneknya yang menungguinya buang air besar.
Nenek bersiap-siap ke sungai untuk mengambil air. Pada saat yang bersamaan Cheol-yee datang dan membawakan apel untuk nenek “apa dia cucu lelakimu dari Seoul?” tanya Cheol-yee,Nenek mengangguk dan membawa apel ke dalam rumah “rumahku dibawah sana, datanglah dan kita akan bermain bersama” ucap Cheol-yee duduk disamping Sang-woo dan melihat robot Sang-woo. “ayolah biar aku melihatnya” pinta Cheol-yee. Sang-woo menolak dan bahkan menendang anjing Cheol-yee yang mengelus dan menjilat dibawah kakinya.
Sang-woo bermain dengan kartu bergambar wajah para pahlawan kesukaannya dan mengajaknya berbicara seakan-akan mereka dapat diajak berbicara. Sang-woo berlari keluar rumah “terbang” teriak Sang-woo dan terdiam menyadari jika hanya dirinya yang berada di rumah reot ini.
Sang-woo berjalan sendirian untuk menghilangkan kebosanannya. Sang-woo menuruni bukit dan melewati rumah-rumah penduduk untuk mencari Sesuatu hal yang menarik. Sang-woo terdiam dan menatap kosong ke depan dan memutuskan kembali ke rumah.
Sang-woo mengambil sepatu roda dan berdiri dengan lagak sok pahlawan dan mulai bermain dengan sepatu rodanya di jalanan berbatu depan rumahnya. Beberapa menit kemudian Sang-woo senyum-senyum sendiri dan asyik bermain dengan sepatu rodanya di lantai rumah karena mustahil baginya bermain sepatu roda di jalanan berbatu. (hehehehe….).
Sang-woo bermain sepatu roda hingga malam hari dan mengelilingi neneknya yang sedang sibuk menjahit. Nenek diam saja dan terus menjahit tidak memperdulikan ulah Sang-woo.
Capek bermain sepatu roda Sang-woo kembali melirik gamenya dan mulai tenggelam dalam dunianya sendiri dan tidak memperhatikan neneknya yang menyapu didekatnya dan berusaha agar Sang-woo tidak terganggu.
Nenek menatap kosong ke depan, entah apa yang dipikirkannya.Sang-woo yang kebetulan lewat ikut melihat apa yang dilihat neneknya dan berlalu pergi sambil menggelengkan kepala.
Sang-woo ingin mengambil senter diatas langit-langit rumah namun karena tubuhnya kecil dan masih pendek sehingga dia harus berjinjit untuk mengambilnya. Nenek datang dan membantu mengambilkan senter untuk Sang-woo.
Nenek mencoba memasukkan mainan-mainan kayu ke tempat yang sesuai namun nenek selalu saja salah dan tidak berhasil memasukkan satu mainan pun yang benar ke tempatnya. Karena tidak bisa memasukkan satu mainan pun, Nenek hanya mengatur mainan tersebut di samping Sang-woo yang sedang tertidur.
Sang-woo asyik bermain video game. Nenek menyodorkan benang dan meminta tolong kepada Sang-woo untuk memasukkan benang. Sang-woo menolak dan berbalik memunggungi neneknya. Nenek tidak menyerah dan terus menyodorkan benang dan jarum kepada Sang-woo. Sang-woo yang kesal karena diganggu terus oleh neneknya akhirnya membantu dengan malas-malasan. Sang-woo kembali melanjutkan bermain video game dan tiba-tiba berteriak “kutu busuk, semprotan kutu busuk, dimana semprotannya, bunuh! Tidakkah kau lihat?”. Sang-woo berlari menjauh dan berdiri dibelakang nenek dan menyuruh neneknya untuk membunuh kecoa tersebut. “cepat dia mau kabur!” teriak Sang-woo ketakutan. Nenek membungkuk dan berusaha menangkap kecoa, “jauhkan, bunuh!” teriak Sang-woo karena nenek malah ingin memberikan kecoa kepada Sang-woo. Akhirnya Nenek membuang kecoa tersebut keluar jendela dan tidak berniat untuk membunuhnya.
Sang-woo kembali melanjutkan bermain video game setelah insiden kecoa tadi. Nenek juga kembali melanjutkan menjahit sepatunya yang sudah mulai robek dan dipenuhi tambalan karena Nenek tidak mempunyai cukup uang untuk membeli sepatu baru. Nenek meminta tolong lagi kepada Sang-woo memasukkan benang “ini sangat mengganggu” keluh Sang-woo dan tetap membantu neneknya. Kali ini Sang-woo membuat benangnya lebih panjang dari sebelumnya agar nenek tidak mengganggunya bermain game.
“apa yang salah?” ucap Sang-woo dan memukul-mukul video gamenya yang tiba-tiba mati dengan sendirinya “kenapa tidak bekerja?”.
Keesokan harinya
“aku memerlukan baterei, berikan aku uang! Aku memerlukan baterei, berikan aku uang!” rengek sang-woo kepada Neneknya yang sedang memasak di dapur. Nenek mengecek kantong bajunya dan memperlihatkannya kepada sang-woo “aishhhh” ucap sang-woo melihat kantong baju Neneknya yang kosong dan tidak ada uang sama sekali. Sang-woo terus meminta uang pada Neneknya bahkan mengikuti Nenek hingga ke sungai. “aku mohon berikan aku uang, nanti aku akan meminta ibu untuk menggantinya, aku tidak bisa memainkan gameku tanpa baterei” pinta sang-woo kepada neneknya yang sedang mencuci baju. Nenek hanya mengelus dadanya dan kembali melanjutkan mencuci pakaian. “dasar lamban, tidak membantu sama sekali” teriak Sang-woo dan mendorong neneknya. Nenek hanya bersabar dan kembali mencuci.
Sang-woo kembali ke rumah dan mulai membongkar lemari tempat penyimpanan barang-barang Neneknya untuk mencari uang simpanan. Sang-woo menemukan sebuah kotak dan mulai membukanya berharap bisa menemukan uang untuk membeli baterei di dalam kotak tersebut. Namun harapannya sia-sia yang ada dalam kotak hanya pecahan kaca, kertas kusam, tali dan sisir. Sang-woo kesal dan menendang pispot satu-satunya yang dipunya Nenek hingga pecah berkeping-keping.
Tidak hanya sampai disitu Sang-woo bahkan menyembunyikan sepatu neneknya ke tempat penyimpanan kayu bakar. Sang-woo tidak menyadari kalau sepatu itu adalah hal yang sangat berharga untuk neneknya yang selalu dipakainya untuk mengambil air dari sungai.
Nenek melihat coretan-coretan di dinding hasil kerjaan Sang-woo. Nenek hanya bisa diam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Sang-woo tersenyum penuh kemenangan karena sudah berhasil mengerjai neneknya. “tidak, jangan!” teriak Sang-woo melihat kartu bergambarnya diinjak Nenek. “kaki kotor….” Ucap Sang-woo dan membersihkan kartu bergambarnya dari pasir yang melekat.
“batu, gunting, kertas” ucap Sang-woo berulang kali dan menguap. Sang-woo berbalik ke kanan dan ke kiri untuk meregangkan otot-ototnya yang kecapean. Pada saat berbalik Sang-woo melihat Nenek kesulitan memasukkan benang ke jarum, Sang-woo tertawa licik dan tidak berniat sedikitpun membantu Nenek. Sang-woo melihat tusuk konde neneknya dan tersenyum seakan merencanakan sesuatu.
Dan benar saja, sang-woo mengambil tusuk konde Nenek pada saat Nenek tertidur dan berlari dengan membawa video game ditangannya.
“halo, bisakah kau mendengarku” teriak Sang-woo pada seorang kakek yang sedang bekerja di sawah “apa?” jawab kakek yang merupakan sahabat Nenek Sang-woo. “dimana aku bisa membeli baterei?” ulang Sang-woo “turun ke jalan ini dan disana ada sebuah sekolah, terus jalan lurus dan kau akan menemukan sebuah gerbang, pergi lewati gerbang itu dan disana ada toko kecil” ucap kakek.
Sang-woo berjalan hingga akhirnya sampai di sebuah toko yang dimaksud kakek “apa yang kau cari?” tanya pemilik toko “baterei” jawab Sang-woo dan memperlihatkan video gamenya. Pemilik toko menunjukkan baterei yang dimilkinya. Sang-woo menggeleng karena baterei yang dibutuhkannya adalah baterei yang lebih kecil bukan baterei yang sering dipergunakan untuk jam dinding. Pemilik toko menunjukkan toko yang lain yang juga menjual baterei. Namun toko yang dimaksud pemilik toko yang sebelumnya tidak menjual baterei yang dimaksud Sang-woo.
Nenek terbangun dari tidurnya dan mendapati tusuk kondenya sudah tidak ada.
Sang-woo mendatangi toko yang lain, tetapi kepalanya malah dipukul oleh pemilik toko dengan tusuk konde Neneknya dan mengira kalau Sang-woo berniat mengerjainya dengan membeli baterei dan ditukar dengan tusuk konde. Sang-woo berlari dan terus memegangi kepalanya yang kesakitan.
Sang-woo berjalan dan melihat kesekeliling dan mulai menyadari kalau dirinya tersesat. Sang-woo berjalan tanpa arah dan mulai menangis karena tidak bisa pulang ke rumah. Untung ada Kakek, teman Nenek Sang-woo yang tadi sempat menunjukkan jalan untuk membeli baterei mengajaknya pulang dengan menaiki sepeda.
Sang-woo terdiam dan terus saja berdiri seperti patung. Nenek sudah menunggunya daritadi dan khawatir pada Sang-woo yang tidak juga pulang padahal hari sudah sore. Nenek berjalan perlahan-lahan ke arah Sang-woo. “kemana kau pergi?” tanya sang-woo heran karena Nenek sudah melewatinya dan berjalan terus ke depan. Nenek berhenti dan berbalik mengikuti Sang-woo yang berjalan di depannya dan terus melihat kebelakang ke arah Nenek seakan-akan takut Neneknya meninggalkannya.
Sang-woo berbaring sementara Nenek sedang menjemur baju. Nenek menyuruh Sang-woo makan namun Sang-woo terdiam dan mulai memejamkan matanya. Hujan turun dan baju yang dijemur Nenek basah semua. Sang-woo terbangun dan enggan bergerak untuk mengambilnya. “aissshhhh” ucap sang-woo dan akhirnya bangun mengambil bajunya yang basah. Sang-woo kembali lagi mengambil baju neneknya, tidak tega membiarkan baju neneknya terkena air hujan. Sang-woo mengelap badannya yang terkena air hujan dan terdiam mendengar hujan sudah berhenti. Sang-woo kesal seakan-akan hujan sedang mempermainkannya. Sang-woo kembali menjemur bajunya dan baju neneknya. Sang-woo terdiam dan kembali memperbaiki jemuran dan menjepit baju neneknya bersama bajunya agar tidak terbang. (anak baik)….
Nenek kembali menyuruh Sang-woo makan. “apa?apa yang ingin aku makan?kau bahkan tidak memiliki uang…..” ucap sang-woo yang melihat Neneknya memegang kepala dan menyuruhnya makan. “Pizza, hamburger, ayam Kentucky. Lihat, kau tidak tahu apapun.ahhhh, tunggu sebentar!” ucap sang-woo dan berdiri mengambil buku gambarnya dan menunjukkan kepada Neneknya “ini adalah Pizza, hamburger, ayam Kentucky”.
Nenek menaruh tangan diatas kepala dan menggerak-gerakkannya “apa?itu benar! Kukukuk, seekor ayam, itu benar” ucap Sang-woo senang dan mengikuti gaya Neneknya.
Nenek membungkus sabuk kelapa yang dimillikinya dan membawanya ke pasar untuk dijual agar bisa membelikan ayam untuk Sang-woo. “cepat kembali, aku menunggumu” ucap sang-woo dan melambaikan tangannya. Sang-woo bersiul senang karena kali ini Nenek mengetahui apa yang diinginkannya. Sang-woo menghapus coretan-coretan di dinding dan tertidur dengan gambar ayam disampingnya. Sang-woo berharap pada saat dia terbangun nanti didepannya sudah ada ayam Kentucky.
Nenek berjalan perlahan-lahan menaiki bukit yang licin dengan ayam ditangannya. Hujan turun sangat keras, namun demi Sang-woo, Nenek rela ke pasar dan membelikannya ayam. Nenek sampai di rumah dan mendapati Sang-woo tertidur. Nenek mengambilkan selimut dan mulai menyelimuti Sang-woo. Nenek kemudian ke dapur dan mulai memasak ayam yang sudah didapatkannya.
Sang-woo bangun dari tidurnya “kau bohong, ini bukan ayam Kentucky!ini menjijikkan” rengek Sang-woo melihat Nenek sedang memegang ayam masak dan bukan ayam Kentucky. Nenek memperagakan gaya ayam “aku mengatakan ayam Kentucky,digoreng, kenapa kau memasaknya dengan air, kau tidak mengetahui apapun, ayam Kentucky, ayam Kentucky!” rengek sang-woo dan membuang nasi ke lantai dan kembali tidur. Nenek dengan sabar memungut nasi dan meletakkan kembali di meja.
“aku lapar” ucap Sang-woo begitu bangun. Sang-woo melirik ke belakang dan melihat Nenek sudah tertidur pulas. Sang-woo melihat ayam di hadapannya dan dengan lahap mulai memakannya.
Keesokan paginya Sang-woo duduk bersila di depan Neneknya dan menunggu Nenek bangun. Sang-woo mendekat perlahan-lahan dan mendengar denyut jantung neneknya. Sang-woo menggoyang-goyangkan tubuh neneknya agar bangun, namun yang ada nenek merapatkan selimutnya karena kedinginan akibat hujan-hujanan kemarin. Sang-woo mengambilkan selimut dan mulai menyelimuti tubuh Neneknya yang sudah renta dan mengompresnya. Sang-woo melihat Nenek menggunakan sendok sebagai tusuk konde, Sang-woo merasa kasihan dan mengganti sendok dengan tusuk konde yang kemarin diambilnya dari rambut nenek.
Sang-woo dengan sigapnya mulai menyiapkan sendok, nasi, garam , air dan ayam yang sudah dimakannya. “ini adalah sarapan, maksudku makan siang” ucap Sang-woo senang karena bisa menyiapkan makan untuk Neneknya yang sedang sakit.
Sang-woo berjalan dan bersenandung dengan riangnya. Sang-woo berhenti begitu mendengar teriakan seorang anak perempuan yang sedang menyemangati Cheol-yee yang sedang berlari menghindari kejaran Sapi gila. “oppa ayo cepat, sapi gila itu datang!lari lebih keras!jangan biarkan dia menangkapmu!kerja yang bagus!”. Sang-woo ikut berteriak dan menyemangati Cheol-yee. Cheol-yee melambaikan tangan kepada Sang-woo dan anak perempuan itu.
“tidak bisakah kau mengatakan maaf?” ucap Hae-yeon.Sang-woo malah menunduk dan mulai menggeser batu yang terbongkar karena diinjak olehnya “minggir,kau merusak makananku” ucap Hae-yeon dan mengatur kembali mainannya “aku juga bisa melakukannya” ucap Sang-woo “aku tidak perduli!aku tidak mau main rumah-rumahan denganmu, orang bodoh sepertimu tidak akan pernah menikah” ucap Hae-yeon “bisakah kau memasak ayam Kentucky?” tanya Sang-woo dan ikut berjongkok “tidak, tapi aku bisa memakannya” jawab Hae-yeon “apakah Cheol-yee teman priamu?” tanya Sang-woo.
Sang-woo berjalan dan bersiul-siul riang sambil menarik kereta besinya. Sang-woo melihat seorang kakek dari kejauhan mendorong gerobak dan Sang-woo pun mengikuti kakek mendorong kereta besinya. Sang-woo dan Kakek sama-sama berhenti karena tidak ada seorangpun yang bisa lewat. Sang-woo akhirnya mengalah dan membiarkan kakek lewat terlebih dahulu dengan muka cemberutnya.
Sang-woo menemani Nenek ke pasar dan membantunya membawa labu di kereta besinya. Sang-woo dan Nenek menunggu Bis yang tidak juga datang “apakah busnya benar-benar datang?” tanya Sang-woo, Nenek mengangguk. Satu persatu warga mulai berdatangan dan ikut menunggu Bis yang belum juga datang. Nenek hanya duduk mendengarkan ibu-ibu yang bercerita tentang hasil kebun mereka sementara Sang-woo duduk menjauh dan bermain-main dengan pasir.
BERSAMBUNG.....
Nenek bersiap-siap ke sungai untuk mengambil air. Pada saat yang bersamaan Cheol-yee datang dan membawakan apel untuk nenek “apa dia cucu lelakimu dari Seoul?” tanya Cheol-yee,Nenek mengangguk dan membawa apel ke dalam rumah “rumahku dibawah sana, datanglah dan kita akan bermain bersama” ucap Cheol-yee duduk disamping Sang-woo dan melihat robot Sang-woo. “ayolah biar aku melihatnya” pinta Cheol-yee. Sang-woo menolak dan bahkan menendang anjing Cheol-yee yang mengelus dan menjilat dibawah kakinya.
Sang-woo bermain dengan kartu bergambar wajah para pahlawan kesukaannya dan mengajaknya berbicara seakan-akan mereka dapat diajak berbicara. Sang-woo berlari keluar rumah “terbang” teriak Sang-woo dan terdiam menyadari jika hanya dirinya yang berada di rumah reot ini.
Sang-woo berjalan sendirian untuk menghilangkan kebosanannya. Sang-woo menuruni bukit dan melewati rumah-rumah penduduk untuk mencari Sesuatu hal yang menarik. Sang-woo terdiam dan menatap kosong ke depan dan memutuskan kembali ke rumah.
Sang-woo mengambil sepatu roda dan berdiri dengan lagak sok pahlawan dan mulai bermain dengan sepatu rodanya di jalanan berbatu depan rumahnya. Beberapa menit kemudian Sang-woo senyum-senyum sendiri dan asyik bermain dengan sepatu rodanya di lantai rumah karena mustahil baginya bermain sepatu roda di jalanan berbatu. (hehehehe….).
Sang-woo bermain sepatu roda hingga malam hari dan mengelilingi neneknya yang sedang sibuk menjahit. Nenek diam saja dan terus menjahit tidak memperdulikan ulah Sang-woo.
Capek bermain sepatu roda Sang-woo kembali melirik gamenya dan mulai tenggelam dalam dunianya sendiri dan tidak memperhatikan neneknya yang menyapu didekatnya dan berusaha agar Sang-woo tidak terganggu.
Nenek menatap kosong ke depan, entah apa yang dipikirkannya.Sang-woo yang kebetulan lewat ikut melihat apa yang dilihat neneknya dan berlalu pergi sambil menggelengkan kepala.
Sang-woo ingin mengambil senter diatas langit-langit rumah namun karena tubuhnya kecil dan masih pendek sehingga dia harus berjinjit untuk mengambilnya. Nenek datang dan membantu mengambilkan senter untuk Sang-woo.
Nenek mencoba memasukkan mainan-mainan kayu ke tempat yang sesuai namun nenek selalu saja salah dan tidak berhasil memasukkan satu mainan pun yang benar ke tempatnya. Karena tidak bisa memasukkan satu mainan pun, Nenek hanya mengatur mainan tersebut di samping Sang-woo yang sedang tertidur.
Sang-woo asyik bermain video game. Nenek menyodorkan benang dan meminta tolong kepada Sang-woo untuk memasukkan benang. Sang-woo menolak dan berbalik memunggungi neneknya. Nenek tidak menyerah dan terus menyodorkan benang dan jarum kepada Sang-woo. Sang-woo yang kesal karena diganggu terus oleh neneknya akhirnya membantu dengan malas-malasan. Sang-woo kembali melanjutkan bermain video game dan tiba-tiba berteriak “kutu busuk, semprotan kutu busuk, dimana semprotannya, bunuh! Tidakkah kau lihat?”. Sang-woo berlari menjauh dan berdiri dibelakang nenek dan menyuruh neneknya untuk membunuh kecoa tersebut. “cepat dia mau kabur!” teriak Sang-woo ketakutan. Nenek membungkuk dan berusaha menangkap kecoa, “jauhkan, bunuh!” teriak Sang-woo karena nenek malah ingin memberikan kecoa kepada Sang-woo. Akhirnya Nenek membuang kecoa tersebut keluar jendela dan tidak berniat untuk membunuhnya.
Sang-woo kembali melanjutkan bermain video game setelah insiden kecoa tadi. Nenek juga kembali melanjutkan menjahit sepatunya yang sudah mulai robek dan dipenuhi tambalan karena Nenek tidak mempunyai cukup uang untuk membeli sepatu baru. Nenek meminta tolong lagi kepada Sang-woo memasukkan benang “ini sangat mengganggu” keluh Sang-woo dan tetap membantu neneknya. Kali ini Sang-woo membuat benangnya lebih panjang dari sebelumnya agar nenek tidak mengganggunya bermain game.
“apa yang salah?” ucap Sang-woo dan memukul-mukul video gamenya yang tiba-tiba mati dengan sendirinya “kenapa tidak bekerja?”.
Keesokan harinya
“aku memerlukan baterei, berikan aku uang! Aku memerlukan baterei, berikan aku uang!” rengek sang-woo kepada Neneknya yang sedang memasak di dapur. Nenek mengecek kantong bajunya dan memperlihatkannya kepada sang-woo “aishhhh” ucap sang-woo melihat kantong baju Neneknya yang kosong dan tidak ada uang sama sekali. Sang-woo terus meminta uang pada Neneknya bahkan mengikuti Nenek hingga ke sungai. “aku mohon berikan aku uang, nanti aku akan meminta ibu untuk menggantinya, aku tidak bisa memainkan gameku tanpa baterei” pinta sang-woo kepada neneknya yang sedang mencuci baju. Nenek hanya mengelus dadanya dan kembali melanjutkan mencuci pakaian. “dasar lamban, tidak membantu sama sekali” teriak Sang-woo dan mendorong neneknya. Nenek hanya bersabar dan kembali mencuci.
Sang-woo kembali ke rumah dan mulai membongkar lemari tempat penyimpanan barang-barang Neneknya untuk mencari uang simpanan. Sang-woo menemukan sebuah kotak dan mulai membukanya berharap bisa menemukan uang untuk membeli baterei di dalam kotak tersebut. Namun harapannya sia-sia yang ada dalam kotak hanya pecahan kaca, kertas kusam, tali dan sisir. Sang-woo kesal dan menendang pispot satu-satunya yang dipunya Nenek hingga pecah berkeping-keping.
Tidak hanya sampai disitu Sang-woo bahkan menyembunyikan sepatu neneknya ke tempat penyimpanan kayu bakar. Sang-woo tidak menyadari kalau sepatu itu adalah hal yang sangat berharga untuk neneknya yang selalu dipakainya untuk mengambil air dari sungai.
Nenek melihat coretan-coretan di dinding hasil kerjaan Sang-woo. Nenek hanya bisa diam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Sang-woo tersenyum penuh kemenangan karena sudah berhasil mengerjai neneknya. “tidak, jangan!” teriak Sang-woo melihat kartu bergambarnya diinjak Nenek. “kaki kotor….” Ucap Sang-woo dan membersihkan kartu bergambarnya dari pasir yang melekat.
“batu, gunting, kertas” ucap Sang-woo berulang kali dan menguap. Sang-woo berbalik ke kanan dan ke kiri untuk meregangkan otot-ototnya yang kecapean. Pada saat berbalik Sang-woo melihat Nenek kesulitan memasukkan benang ke jarum, Sang-woo tertawa licik dan tidak berniat sedikitpun membantu Nenek. Sang-woo melihat tusuk konde neneknya dan tersenyum seakan merencanakan sesuatu.
Dan benar saja, sang-woo mengambil tusuk konde Nenek pada saat Nenek tertidur dan berlari dengan membawa video game ditangannya.
“halo, bisakah kau mendengarku” teriak Sang-woo pada seorang kakek yang sedang bekerja di sawah “apa?” jawab kakek yang merupakan sahabat Nenek Sang-woo. “dimana aku bisa membeli baterei?” ulang Sang-woo “turun ke jalan ini dan disana ada sebuah sekolah, terus jalan lurus dan kau akan menemukan sebuah gerbang, pergi lewati gerbang itu dan disana ada toko kecil” ucap kakek.
Sang-woo berjalan hingga akhirnya sampai di sebuah toko yang dimaksud kakek “apa yang kau cari?” tanya pemilik toko “baterei” jawab Sang-woo dan memperlihatkan video gamenya. Pemilik toko menunjukkan baterei yang dimilkinya. Sang-woo menggeleng karena baterei yang dibutuhkannya adalah baterei yang lebih kecil bukan baterei yang sering dipergunakan untuk jam dinding. Pemilik toko menunjukkan toko yang lain yang juga menjual baterei. Namun toko yang dimaksud pemilik toko yang sebelumnya tidak menjual baterei yang dimaksud Sang-woo.
Nenek terbangun dari tidurnya dan mendapati tusuk kondenya sudah tidak ada.
Sang-woo mendatangi toko yang lain, tetapi kepalanya malah dipukul oleh pemilik toko dengan tusuk konde Neneknya dan mengira kalau Sang-woo berniat mengerjainya dengan membeli baterei dan ditukar dengan tusuk konde. Sang-woo berlari dan terus memegangi kepalanya yang kesakitan.
Sang-woo berjalan dan melihat kesekeliling dan mulai menyadari kalau dirinya tersesat. Sang-woo berjalan tanpa arah dan mulai menangis karena tidak bisa pulang ke rumah. Untung ada Kakek, teman Nenek Sang-woo yang tadi sempat menunjukkan jalan untuk membeli baterei mengajaknya pulang dengan menaiki sepeda.
Sang-woo terdiam dan terus saja berdiri seperti patung. Nenek sudah menunggunya daritadi dan khawatir pada Sang-woo yang tidak juga pulang padahal hari sudah sore. Nenek berjalan perlahan-lahan ke arah Sang-woo. “kemana kau pergi?” tanya sang-woo heran karena Nenek sudah melewatinya dan berjalan terus ke depan. Nenek berhenti dan berbalik mengikuti Sang-woo yang berjalan di depannya dan terus melihat kebelakang ke arah Nenek seakan-akan takut Neneknya meninggalkannya.
Sang-woo berbaring sementara Nenek sedang menjemur baju. Nenek menyuruh Sang-woo makan namun Sang-woo terdiam dan mulai memejamkan matanya. Hujan turun dan baju yang dijemur Nenek basah semua. Sang-woo terbangun dan enggan bergerak untuk mengambilnya. “aissshhhh” ucap sang-woo dan akhirnya bangun mengambil bajunya yang basah. Sang-woo kembali lagi mengambil baju neneknya, tidak tega membiarkan baju neneknya terkena air hujan. Sang-woo mengelap badannya yang terkena air hujan dan terdiam mendengar hujan sudah berhenti. Sang-woo kesal seakan-akan hujan sedang mempermainkannya. Sang-woo kembali menjemur bajunya dan baju neneknya. Sang-woo terdiam dan kembali memperbaiki jemuran dan menjepit baju neneknya bersama bajunya agar tidak terbang. (anak baik)….
Nenek kembali menyuruh Sang-woo makan. “apa?apa yang ingin aku makan?kau bahkan tidak memiliki uang…..” ucap sang-woo yang melihat Neneknya memegang kepala dan menyuruhnya makan. “Pizza, hamburger, ayam Kentucky. Lihat, kau tidak tahu apapun.ahhhh, tunggu sebentar!” ucap sang-woo dan berdiri mengambil buku gambarnya dan menunjukkan kepada Neneknya “ini adalah Pizza, hamburger, ayam Kentucky”.
Nenek menaruh tangan diatas kepala dan menggerak-gerakkannya “apa?itu benar! Kukukuk, seekor ayam, itu benar” ucap Sang-woo senang dan mengikuti gaya Neneknya.
Nenek membungkus sabuk kelapa yang dimillikinya dan membawanya ke pasar untuk dijual agar bisa membelikan ayam untuk Sang-woo. “cepat kembali, aku menunggumu” ucap sang-woo dan melambaikan tangannya. Sang-woo bersiul senang karena kali ini Nenek mengetahui apa yang diinginkannya. Sang-woo menghapus coretan-coretan di dinding dan tertidur dengan gambar ayam disampingnya. Sang-woo berharap pada saat dia terbangun nanti didepannya sudah ada ayam Kentucky.
Nenek berjalan perlahan-lahan menaiki bukit yang licin dengan ayam ditangannya. Hujan turun sangat keras, namun demi Sang-woo, Nenek rela ke pasar dan membelikannya ayam. Nenek sampai di rumah dan mendapati Sang-woo tertidur. Nenek mengambilkan selimut dan mulai menyelimuti Sang-woo. Nenek kemudian ke dapur dan mulai memasak ayam yang sudah didapatkannya.
Sang-woo bangun dari tidurnya “kau bohong, ini bukan ayam Kentucky!ini menjijikkan” rengek Sang-woo melihat Nenek sedang memegang ayam masak dan bukan ayam Kentucky. Nenek memperagakan gaya ayam “aku mengatakan ayam Kentucky,digoreng, kenapa kau memasaknya dengan air, kau tidak mengetahui apapun, ayam Kentucky, ayam Kentucky!” rengek sang-woo dan membuang nasi ke lantai dan kembali tidur. Nenek dengan sabar memungut nasi dan meletakkan kembali di meja.
“aku lapar” ucap Sang-woo begitu bangun. Sang-woo melirik ke belakang dan melihat Nenek sudah tertidur pulas. Sang-woo melihat ayam di hadapannya dan dengan lahap mulai memakannya.
Keesokan paginya Sang-woo duduk bersila di depan Neneknya dan menunggu Nenek bangun. Sang-woo mendekat perlahan-lahan dan mendengar denyut jantung neneknya. Sang-woo menggoyang-goyangkan tubuh neneknya agar bangun, namun yang ada nenek merapatkan selimutnya karena kedinginan akibat hujan-hujanan kemarin. Sang-woo mengambilkan selimut dan mulai menyelimuti tubuh Neneknya yang sudah renta dan mengompresnya. Sang-woo melihat Nenek menggunakan sendok sebagai tusuk konde, Sang-woo merasa kasihan dan mengganti sendok dengan tusuk konde yang kemarin diambilnya dari rambut nenek.
Sang-woo dengan sigapnya mulai menyiapkan sendok, nasi, garam , air dan ayam yang sudah dimakannya. “ini adalah sarapan, maksudku makan siang” ucap Sang-woo senang karena bisa menyiapkan makan untuk Neneknya yang sedang sakit.
Sang-woo berjalan dan bersenandung dengan riangnya. Sang-woo berhenti begitu mendengar teriakan seorang anak perempuan yang sedang menyemangati Cheol-yee yang sedang berlari menghindari kejaran Sapi gila. “oppa ayo cepat, sapi gila itu datang!lari lebih keras!jangan biarkan dia menangkapmu!kerja yang bagus!”. Sang-woo ikut berteriak dan menyemangati Cheol-yee. Cheol-yee melambaikan tangan kepada Sang-woo dan anak perempuan itu.
“tidak bisakah kau mengatakan maaf?” ucap Hae-yeon.Sang-woo malah menunduk dan mulai menggeser batu yang terbongkar karena diinjak olehnya “minggir,kau merusak makananku” ucap Hae-yeon dan mengatur kembali mainannya “aku juga bisa melakukannya” ucap Sang-woo “aku tidak perduli!aku tidak mau main rumah-rumahan denganmu, orang bodoh sepertimu tidak akan pernah menikah” ucap Hae-yeon “bisakah kau memasak ayam Kentucky?” tanya Sang-woo dan ikut berjongkok “tidak, tapi aku bisa memakannya” jawab Hae-yeon “apakah Cheol-yee teman priamu?” tanya Sang-woo.
Sang-woo berjalan dan bersiul-siul riang sambil menarik kereta besinya. Sang-woo melihat seorang kakek dari kejauhan mendorong gerobak dan Sang-woo pun mengikuti kakek mendorong kereta besinya. Sang-woo dan Kakek sama-sama berhenti karena tidak ada seorangpun yang bisa lewat. Sang-woo akhirnya mengalah dan membiarkan kakek lewat terlebih dahulu dengan muka cemberutnya.
Sang-woo menemani Nenek ke pasar dan membantunya membawa labu di kereta besinya. Sang-woo dan Nenek menunggu Bis yang tidak juga datang “apakah busnya benar-benar datang?” tanya Sang-woo, Nenek mengangguk. Satu persatu warga mulai berdatangan dan ikut menunggu Bis yang belum juga datang. Nenek hanya duduk mendengarkan ibu-ibu yang bercerita tentang hasil kebun mereka sementara Sang-woo duduk menjauh dan bermain-main dengan pasir.
BERSAMBUNG.....
No comments:
Post a Comment